Kamis, Januari 08, 2009

Iwan Fals: Sang Fenomenal Dari Fenomena Sosial

Iwan Fals, sebuah nama yang menjadi fenomena dari akhir dekade 70-an hingga sekarang. Mendengar nama Iwan Fals, orang pasti akan langsung tertuju pada syair-syair lagu yang sarat dengan fenomena nilai dan kritik sosial. Ya, Iwan Fals memang sosok fenomenal yang tumbuh dan besar karena fenomena sosial yang ditulis dan dilagukannya. Karakter Iwan Fals yang fenomenal tersebut tidak dapat dilepaskan dari beberapa faktor penting di seputar kehidupan yang dilaluinya.
  1. Faktor Genetika: Sosok kedua orang tuanya, Ayahnya yang merupakan purnawirawan TNI berperan besar dalam membentuk karakter keras dalam diri Iwan Fals. Sedangkan ibundanya yang terjun ke dunia sosial melalui yayasan sosial yang dikelolanya paling tidak berperan dalam menumbuhkan kepekaan sosial dalam diri Iwan Fals. Bahkan sosial dan kerasnya, Iwan Fals sudah memiliki keinginan untuk tidak bergantung kepada orang tuanya semenjak ia duduk di bangku sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP).
  2. Faktor Lingkungan: Berbagai jenis lingkungan yang pernah disinggahi dan digauli oleh Iwan Fals juga memiliki peranan yang tidak kecil dalam menumbuhkan dan membesarkan sosok Iwan Fals sebagai musisi yang fenomenal. Sebut saja lagu "Sarjana Muda" dan "Teman Kawanku Punya Teman" yang terinspirasi dari pergaulan Iwan Fals dengan kalangan mahasiswa. "hasil" dari pergaulan dan pengamatan fenomena kehidupan mahasiswa, khususnya tingkat akhir telah memberinya inspirasi untuk melukiskan budaya pragmatisme mahasiswa tingkat akhir dalam memperoleh ijasah maupun setelah lulus ke dalam dua syair lagu tersebut. Di samping dari pengalaman pribadinya, segala sesuatu yang ia ketahui mengenai kejadian-kejadian yang bersangkutan dengan masyarakat juga menjadi inspirasi lagu-lagu sosialnya, di antaranya seperti dalam lagu "Aku dan Sepeda Motorku", "Kereta Tiba Pukul Berapa" yang terinspirasi dari kinerja "oknum" polisi yang mencari untung dari jabatannya dan kinerja dari PJKA yang masih semrawut; lagu "Tolong Dengar Tuhan" yang merupakan hasil pengamatan, refleksi, dan kritik sosial terhadap tata budaya kehidupan masyarakat desa dan kota; lagu "Wakil Rakyat" adalah kritik sosial terhadap kinerja anggota perwakilan rakyat yang sangat jauh dari idealismenya sebagai wakil rakyat, dan masih banyak lagi lagu-lagu yang inspirasinya dari pengetahuan dan pengalaman sosial yang diketahui dan dialaminya. Selain melagukan fenomena sosial dalam negeri, Iwan Fals juga melagukan fenomena sosial luar negeri seperti yang tertuang dalam syair lagu "Ethiopia", "Columbia", dan "Timur Tengah".
  3. Faktor Orang-Orang Terdekat: Paling tidak ada 3 (tiga) orang penting yang memberikan inspirasi lagu-lagunya. Pertama, Rosana, sang istri tercinta. Kesabaran dan ketabahan Rosana (yang akrab dipanggil dengan nama Ros) telah menumbuhkan inspirasi Iwan Fals tentang hakekat dan makna cinta. Perjalanan cinta, baik harapan maupun realita dari Iwan dan Ros, tidak jarang yang kemudian terlahir sebagai syair lagu yang penuh nilai cita dan cinta sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. "Kembang Pete", "Dik", "Yakinlah", "Damai Kami Sepanjang Hari", adalah sebagian contoh pengaruh Ros sebagai inspirasi lagu-lagu yang menyebabkan Iwan Fals sebagai sosok fenomenal dalam lirik cinta. Kedua, faktor W.S. Rendra. Petuah-petuah bijak yang penuh dengan nasehat dan pengarahan telah menempatkan W.S. Rendra sebagai sosok istimewa dalam diri dan kehidupan Iwan Fals. Bahkan bagi Iwan Fals, W.S. Rendra bukan hanya sekedar teman melainkan juga menjadi sahabat dan "orang tua" bagi Iwan Fals. Sebagai wujud takjub, "hormat", dan harapan Iwan Fals kepada W.S. Rendra, terciptalah syair lagu "Willy" yang didedikasikan untuk W.S. Rendra. Melalui persekawanan dengan W.S. Rendra, terlebih pasca terbentuknya proyek Kantata Takwa yang dimotori dan didanai oleh Setiawan Djodi, persepsi syair lagu Iwan Fals terhadap Tuhan sedikit berbeda dan terkesan lebih "sopan"; Bandingkan dengan syair-syair kritik kepada Tuhan seperti dalam lagu "Tolong Dengar Tuhan" dan "Semoga Kau Tak Tuli Tuhan". Ketiga, Galang Rambu Anarki. Pengaruh dari Galang ini sangat terlihat pasca meninggalnya anak lelaki kesayangannya tersebut. Semenjak peristiwa duka tersebut, selama lebih dari dua bulan Iwan Fals mengadakan perenungan tentang kehidupannya di dalam kamar. Selama berada di dalam kamarnya, Iwan Fals mencoba untuk lebih memahami kehidupan dalam kedukaannya. Hasilnya, sebuah album yang penuh dengan kontemplasi perjalanan batin dengan tanpa meninggalkan identitas kritisnya lahir dengan beberapa lagu baru seperti "Kupu-Kupu Hitam Putih", "Hadapi Saja", "Suara Hati", "Untukmu Negeri", "Untuk Sang Pengabdi", "Belalang Tua", "Do'a", "Dendam Damai", dan "Kisah Di Ujung Abad". Jadi dapat dikatakan bahwasanya kematian Galang Rambu Anarki menjadi titik awal "kedewasaan" lagu yang dihasilkannya.
Perjalanan panjang yang dilalui oleh Iwan Fals dengan berbagai fenomena yang dialaminya telah menjadikan dirinya sebagai sosok musisi yang fenomena yang mungkin sangat jarang terjadi dalam diri musisi di Indonesia. Ke-fenomenal-an Iwan Fals bukan hanya diukur dari lagu yang sarat kritik sosial saja, namun juga didasarkan pada bahasa hati sebagai landasan berkarya.